Fajar datang beriring adzan yang kumandang
Sujudnya sudah tak lagi panjang
Tapi hatinya masih jua tak tenang
Malam yang panjang sukses buat hatinya berceceran
Air mata deras tak temu bendungan
Tak cium muara pun lautan
Berlari ke Selatan sebagai pelarian.
Ia sendiri!
Lalu luka yang berpusat di dada kiri. Kenangan demi kenangan menusuk berkali-kali. Entah sejak kapan ia berumah sunyi? Sendiri di dunia asing yang semakin asing.
Nafas tersengal mendesah
Bersimbah merah
Karena rasa ini laiknya api huthamah, membakar sampai tulang penuh marah!
II
Menisik baju sehelai demi sehelai, menyulam luka tak usai-usai.
Setiap hari, cemburu buta lagi merindu cinta membunuhnya dengan gemulai.
Mencabik-cabik sambil membelai.
III
Di hatinya ia berprasasti:
Caramu melihatku, caramu genggam tanganku. Tak akan aku lupa selama hidupku!
Caramu memancing nafasku, cara kita bernafas dalam satu. Tak akan kulupa selama hidupku!
Caramu genggam tanganku, caramu hempaskan tanganku. Tak akan kulupa selama hidupku!
Caramu menerbangkanku, caramu menjatuhkanku. Tak akan kulupa selama hidupku!
Caramu berpaling dariku, langkahmu yang tegap penuh toleh pada wajah lain tanpa menoleh ke arahku. Tak akan kulupa selama hidupku! Tak akan kulupa selama hidupku!
IV
Ia sadar tak ada guna memaksa yang tak bisa dipaksa
Dan yang irasional lainnya adalah cinta
Tak bisa dihitung tak bisa dinalar, aneh tapi benar!
Sedang mengikhlaskan sulitnya bukan gurauan.
Melihat yang dicinta tersenyum ia kesakitan.
Melihat yang dicinta masam begitu memilukan.
V
Ia masih mengaji warna hitam di hati yang lebam, babak belur digempur pion catur...
VI
Jikalau hanya mimpi saja tempat baginya itu sudahlah cukup seharusnya
Tapi sampai mimpi pun ia sebatangkara
Hiatm dan jauh dari cinta
24/03/13
Tidak ada komentar:
Posting Komentar